oleh

Disbud  Palembang Usulkan Makan Idangan Sebagai WBTb

“Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ngidang berasal dari kata hidang atau menghidangkan yang berarti menyuguhkan makanan, minuman dan sebagainya kepada orang lain,” katanya. Ngidang menurutnya merupakan tata cara penyajian makanan saat ada kendurian (sedekahan) dan pernikahan, yang dilakukan dengan cara lesehan dengan membagi setiap hidangan atau kelompok yang terdiri atas 8 orang. Tradisi ngidang merupakan cara makan adat Palembang yang saat ini sudah mulai jarang ditemui. Diketahui bahwa makan dengan cara ngidang sudah ada sejak zaman Kesultanan Palembang Darussalam.

Selain itu debelum makan, bersama-sama harus mengidangkan atau menyajikan makanan terlebih dahulu. Dalam satu hidangan terdiri dari delapan orang, kemudian makan bersama. Hal ini sebagai wujud gotong royong yang harus dilestarikan. Sebelum makan harus menyediakan makanan secara gotong royong, yang terdapat nilai positif dan bisa menjalin komunikasi tanpa memperhatikan status sosial, semuanya rata duduk bersila. Alat yang biasanya digunakan pada saat makan di lesehan ini adalah piring, mangkuk kecil untuk cuci tangan, gelas minum, piring-piring penyajian untuk lauk pauk.

Hidangan digelar pada selembar kain dengan tempat nasi berupa nampan atau dulang ditempatkan pada bagian tengah. Dulang atau talam adalah nampan berbentuk lingkaran yang biasanya berbibir pada tepinya. Dulang dapat dibuat dari kayu atau kuningan. Nasi yang disajikan berupa nasi minyak atau nasi putih. Bisa juga kedua-duanya dikombinasikan. Nasi minyak atau nasi samin adalah nasi yang dimasak dengan minyak samin  dan rempah-rempah khas Nusantara dan Timur Tengah.

“Petugas khusus yang membawa makanan tersebut disebut “ngobeng” yang membatu langsung para tamu. Ngobeng dilakukan dengan mengoper hidangan ke tempat makan. Mengoper tersebut bertujuan agar makanan segera tiba dan meringankan orang yang membawanya,” katanya. Setelah nasi diletakkan ditengah-tengah, selanjutnya petugas akan menyusun iwak atau lauk. Lauk disiapkan dalam piring-piring kecil dan ditata mengelilingi dulang nasi tersebut. Lauk pauk disusun berhadapan agar para tamu mudah mengambilnya.

Jumlah lauk didalam piring sudah dihitung dan disesuaikan dengan para tamu yang akan menyantapnya. Lauk yang dihidangkan berupa Ayam opor, Malbi, Pentol (Pentol salah satu masakan khas Palembang yang terbuat dari daging ikan yang dicampur dengan parutan wortel, kelapa dan bumbu lainnya, kemudian di tusuk dan digoreng) Lalu ada Sayur , biasanya sayur yang dihidangkan berupa sayur buncis. Setelah nasi dan lauk telah terhidang, selanjutnya disajikan “pulur” yang terdiri dari buah-buahan, seperti nanas, pisang, semangka, acar, kemplang, Srikaya, kue atau makanan manis lainnya.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed