Artinya, warga tidak boleh lengah. Saat intensitas curah hujan meningkat, masyarakat perlu waspada dan segera mengungsi jika ada tanda-tanda datangnya banjir.
Pemkab Sigi juga meminta masyarakat jangan lagi merusak hutan, sebab banjir dan tanah longsor selain dipicu karena intensitas curah hujan tinggi, juga tentu hutan sudah menurun fungsinya.
Apalagi, jika di DAS hutannya sudah gundul, maka rawan banjir saat curah hujan meningkat.
Pemkab Sigi telah mencanangkan setiap desa minimal menanam 10.000 pohon. Program ini menjadi salah satu solusi mengantisipasi terjadinya bencana banjir dan tanah longsor.
Jika hutan tetap terpelihara dengan baik,niscaya dapat mengurangi bencana alam banjir dan tanah longsor. Tetapi kalau hutan sudah gundul, maka bencana banjir dan longsor tentu tidak bisa dihindari.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sigi bersama relawan NGO terus memberikan mitigasi bencana kepada masyarakat di beberapa wilayah rawan bencana.
BPBD Sigi sudah membentuk banyak desa tangguh bencana dan tersebar di hampir semua wilayah rawan bencana banjir dan longsor di Kabupaten Sigi.
BMKG Pusat dan daerah juga telah mengumumkan akan adanya potensi banjir di sejumlah daerah dan Sulteng, yang termasuk kategori siaga banjir.
Kabupaten Sigi harus terus berupaya untuk mengurangi resiko dampak dari bencana alam dengan menjaga kelestarian hutan dan alam.
“Hutan harus dijaga, bukan dirusak, sebab hutan dan alam pun bisa marah. Jika hutan marah, maka musibah pun bisa terjadi dan menimbulkan kerugian besar bagi kita semua,” kata Kepala BPBD Kabupaten Sigi, Asrul.
Musibah banjir yang terjadi di beberapa daerah di Tanah Air, termasuk di Kabupaten Tojo Una-Una, Sulteng, harus dijadikan pelajaran bagi kita semua untuk tetap waspada dan ramah lingkungan.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan dalam menjaga kelestarian alam adalah memelihara dan memperlakukan hutan dengan baik.(anjas)
Komentar