“Spektrum bahaya ektrimisme semakin mengkhawatirkan dengan dimainkannya politik identitas dan sentimen agama yang terkonsolidasi dengan parameter perbedaan suku, ketimpangan ekonomi. Sehingga, tidak sepenuhnya bisa dilihat sebagai faktor agama sebagai variabel tunggal,” katanya.
Dia menekankan arus tengah harus dikuatkan dan dijaga, karena memiliki kekuatan yang sangat besar.
Mayoritas silent majority dan sikap moderat, merupakan potensi arus tengah yang sangat besar dan kuat.
Sikap moderat, memudahkan dialog dan kerja sama untuk memperkuat keberagaman dan mengoptimalkan upaya-upaya merawat common platform: NKRI, kebhinnekaan, dan menjaga Pancasila serta UUD 1945.
Doktor Politik UGM ini juga menegaskan pentingnya menghidupkan dialog tanpa terjebak pada formalitas dan seremonial. Dialog sejati harus sampai pada akar rumput.
Selain dialog yang efektif, kerja sama dan kerja bersama juga dinilainya sangat penting. Sinergi antaragama terkait berbagai isu bersama, seperti kemiskinan, lingkungan hidup, kebodohan, keterbelakangan, ketimpangan sosial menurut dia, sudah saatnya dicarikan solusi bersama.
Terakhir, Tokoh Puri Kauhan Ubud ini menyampaikan bahwa pandemi COVID-19 yang menimpa semua umat beragama dengan dampak yang sangat dahsyat, hendaknya juga dipandang sebagai momentum yang menyatukan, momen konsolidasi politik dan sosial untuk melakukan pemulihan ekonomi. Kunci menghadapi pandemi adalah sinergi dan kolaborasi.
Dalam rapat tersebut turut hadir perwakilan 36 tokoh dari Majelis Umat Hindu, Organisasi Masyarakat dan Kepemudaan Hindu serta pejabat Dirjen Bimas Hindu secara langsung maupun virtual.
Dirjen Bimas Hindu, Tri Handoko Seto dalam sambutannya menekankan pentingnya membangun kesamaan pandangan tentang moderasi beragama baik, dengan kalangan eksternal, maupun internal antar-umat Hindu sendiri.
Menurut Seto, setidaknya ada empat indikator keberhasilan moderasi beragama yang harus terus diupayakan seluruh stakeholder Kementerian Agama dan masyarakat, yaitu komitmen kebangsaan, anti- kekerasan, toleransi dan penerimaan terhadap tradisi.
Menurut Seto, Menteri Agama terus menggelorakan semangat moderasi beragama karena sehebat apapun program-program pemerintah, jika tidak dijiwai moderasi beragama akan menimbulkan kerusakan-kerusakan yang kerusakannya bisa melebihi kecepatan pembangunannya sendiri.(anjas)
Komentar