Perlu dipahami bahwa penggolongan prioritas tidak hanya berdasarkan usia atau profesi, namun juga tingkat mobilitas. Mengingat atlet merupakan salah satu profesi dengan mobilitas yang tinggi seperti berkompetisi dan latihan, maka atlet dinilai memenuhi kriteria tersebut.
“Karena mobilitas mereka tinggi saya berharap mereka dapat kesempatan divaksin lebih dulu. Tapi harus ditekankan bahwa bukan diprioritaskan, tapi diberi kesempatan,” Firman memaparkan.
Keterbatasan pelaksanaan program latihan juga diakui Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi Rionny Mainaky. Dalam masa pandemi, rasa bosan sering dialami atlet karena ruang gerak yang menjadi terbatas.
“Ada kesulitan dalam menjaga kestabilan mental anak-anak, langkah kami pun sangat diatur protokol,” ungkap pria yang pernah melatih timnas bulu tangkis putri Jepang itu.
Dalam perkembangannya, ia menemukan kunci pelatihan di masa pandemi lebih pada usaha menjaga karakter atlet. Jika sikap disiplin bisa terjaga, si atlet dipastikan bisa memenuhi kebutuhan latihan fisik meski dengan waktu yang dibatasi.
Meski dengan kondisi serba terbatas ini, ia optimistis penghuni pelatnas mampu mengukir prestasi yang lebih baik saat berlaga di turnamen selanjutnya.
Namun akibat pandemi, bukan hanya program latihan dan kompetisi nasional yang terhambat. PBSI juga punya harapan untuk mengubah “mindset” atlet junior punya performa tinggi, lalu akan menurun saat masuk tingkat senior.
Berdasarkan pengalaman Rionny saat aktif melatih di Jepang, masalah itu ternyata diatasi dengan memperbanyak kompetisi di tingkat junior, serta latih tanding dengan atlet senior.
Ada jumlah kompetisi yang secara konsisten harus diikuti atlet junior setiap tahunnya. Jika metode tersebut dilaksanakan di Indonesia, dipastikan atlet mampu membentuk performa yang baku hingga tingkat senior.
Menanggapi hal itu, Ketua Harian PB Jaya Raya Imelda Wiguna memberi masukan pada Firman cs untuk perbaikan performa atlet pelatnas ke depan.
Pemenang dua gelar ganda All England 1979 itu menuntut agar PBSI melakukan “Research and Development” untuk menjawab masalah klasik tersebut.
Perlu niat dan kerja keras untuk mengimplementasikan penelitian dan pengembangan di tubuh PBSI. Investasi waktu dan pendanaan akan menjadi syarat mutlak, sehingga PBSI juga dituntut melobi sponsor agar mau berinvestasi lebih untuk kegiatan penelitian.
Seperti yang pernah disampaikan Ketum Firman bahwa ada sponsor-sponsor baru baik dari swasta dan BUMN, tentunya diharapkan tidak hanya memeriahkan kompetisi bulu tangkis, namun juga ikut bersumbangsih dalam program pemantapan performa atlet dari tingkat bawah hingga atas.
Komentar