oleh

Pendekatan keumatan dan keindonesiaan ala Listyo Sigit Prabowo

Ketika menerima utusan dari Soekarno berkaitan dengan hukum membela dan mempertahankan bangsa dan negara bagi warga oleh penjajah, K.H. Hasyim Asyari mengatakan bahwa hukumnya fardu ain atau kewajiban individual. Mulai saat itulah dia mengeluarkan fatwa jargon Hubbul Wathon Minal Iman.

Dalam konteks nasionalisme, kerja sama institusi kepolisian di bawah kepemimpinan Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo ini sudah sangat tepat. Lebih-lebih secara personal, Kapolri mengaku dirinya sebagai bagian dari warga nahdiyin. Bahkan, ia mengingatkan jajarannya, jika ada kapolsek, kapolres, kapolda tidak mau bertemu dengan NU, berarti tidak menghormati dirinya sebagai warga nahdiyin (PikiranRakyat, 29-1-2021).

Nuansa kultural pendekatan dan cara kerja Kapolri Listyo Sigit Prabowo ini makin tidak diragukan lagi setelah mengunjungi dan bersilaturahmi ke ormas terbesar kedua setelah NU, yakni Muhamadiyah. Kemampuan komunikasi kultural Kapolri yang nonmuslim ini berhasil meraih simpati dan hati dari pimpinan tertinggi Muhammadiyah.

Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir mengeluarkan sebuah statemen yang sangat Pancasilais-Nasionalis. Ia menyebutkan bahwa institusi Polri telah dianggap sebagai bagian dari keluarga Muhammadiyah. Karena satu keluarga walaupun berbeda-beda satu sama lain, berasal dari jiwa dan raga yang sama, menanggung rasa cinta yang sama kepada bangsa dan umat, khususnya dan kepada negara umumnya.

Usulan tagline dari Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti untuk institusi Kepolisian Republik Indonesia sangat luar biasa, “Polisi Sahabat Umat” (Kompas, 29-1-2021). Tagline ini merefleksikan keakraban dan keintiman antara polisi dan umat (bangsa) untuk bersama-sama menjaga keutuhan rumah besar kita bersama (negara Indonesia) dari segala macam hiruk pikuk yang naif dan tidak pantas, yang bisa mencemari nama baik negara di mata orang lain (dunia).

Sebagai penutup, Jendral Pol. Listyo Sigit Prabowo melakukan kunjungan ke Rabithah Alawiyah, memohon agar orang-orang Hadhrami, keluarga Ba’alawi, keturunan Rasulullah saw., menjadi penerjemah bahasa institusi kepolisian.

Sementara itu, respons DPP Rabithah Alawiyah juga sangat menakjubkan. Ketua Umum Rabithah Alawiyah, Habib Zein bin Umar bin Smith, meyakini bahwa pendekatan humanis dan transparan dari Kapolri Listyo Sigit Prabowo akan membawa kemajuan yang berarti, terlebih dalam hal edukasi publik dan minimalisasi konflik sosial (Tempo, 30-1-2021).

Komunikasi Kapolri yang menegaskan betapa pentingnya Rabithah Alawiyah sebagai “penerjemah” sangat kontekstual sebab kasus yang masih berjalan melibatkan tokoh publik yang masih berdarah Alawiyah, yakni Habib Rizieq Syihab (HRS). Komunikasi langsung antara kepolisian dan HRS maupun pendukung fanatiknya akan semakin efektif apabila dijembatani oleh bahasa-bahasa keummatan dari Rabithah Alawiyah ini.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed