Kedua partai itu, yakni Gerindra yang baru berdiri tahun 2008 dan Nasdem yang baru berdiri pada tahun 2011.
Seperti yang diketahui, Nasdem bisa mendapat perolehan suara hingga 9,05 persen dan Gerindra 12,57 persen pada Pemilu 2019.
Oleh sebab itu, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah itu berpesan kepada keempat partai yang baru didirikan pada 2020 itu untuk mempunyai strategi khusus jika ingin betul-betul bersaing dengan partai-partai lainnya yang lebih senior.
“Partai harus reorientasi kepentingan rakyat. Kembali kepada rakyat, tidak hanya mementingkan kepentingan politik mereka sendiri, kepentingan kekuasaan tanpa mementingkan rakyat sama sekali,” kata dia.
Sementara itu, Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) Prof Komaruddin Hidayat berharap panggung politik, persaingan kompetisi antar parpol ibarat sepak bola.
“Tunjukkan permainan yang indah, cerdas, penuh etika, sehingga menarik untuk ditonton dan diikuti. Jangan menyebalkan,” katanya.
Kemudian, Diplomat senior pemerhati politik internasional Prof Imron Cotan menyampaikan harapannya kepada partai politik baru untuk mencoba memberikan alternatif baru.
“Apakah tawaran dari Partai gelora misalnya, untuk mensinergikan agenda keummatan dan kebangsaan bisa menarik perhatian calon pemilih, itu kita lihat nanti. Kemudian, perbedaan spektrum politik, tidak harus meninggalkan prinsip kebangsaan kita, Satu Bangsa, Satu tanah Air dan Satu Bahasa yaitu Indonesia,” ucapnya.
Direktur Eksekutif Moya Institute yang juga Peneliti Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional (LHKI) Hery Sucipto menilai kehadiran partai politik baru menjadi menarik, meskipun Pilpres 2024 masih tiga tahun lebih, namun partai-partai baru sudah mulai ancang-ancang.
“Pilpres 2024 tidak ada incumbent. Selain itu, kenapa masih ada yang berani mendirikan partai baru di tengah paceklik politik saat ini yang kita tahu semua penuh ketidakpastian, antara lain masih banyaknya korupsi, instabilitas politik dan ekonomi,” ujarnya.(anjas)
Komentar