oleh

Kampus Mengajar, cara meningkatkan kualitas sekolah 3T

Jakarta, jurnalsumatra.com – Meskipun Indonesia telah merdeka selama 75 tahun, faktanya ranah pendidikan di ibu pertiwi masih belum sepenuhnya “merdeka”. Dari Sabang sampai Merauke, Miangas hingga Pulau Rote, masih saja bersileweran sekolah-sekolah dengan status akreditasi C.

Bukannya membandingkan satu per satu sekolah berakreditasi A, B atau C, namun memang sudah seharusnya satuan pendidikan dengan status akreditasi C perlu mendapat perhatian lebih serta upaya peningkatan kualitas dari berbagai pihak.

Sebab, dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 31 ayat 3 disebutkan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satuan pendidikan nasional yang meningkatkan iman, ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Dari UUD 1945 itu tentunya kita sepakat bahwa tidak ada perbedaan kualitas pendidikan, antara satu orang dengan lainnya. Pada hakikatnya semua anak bangsa memiliki hak dan kewajiban yang sama akan hal tersebut.

Namun di sisi lain, fakta di lapangan menunjukkan tujuan pendidikan yang sesungguhnya di sekolah-sekolah, terutama di kawasan tertinggal, terdepan dan terluar Indonesia atau yang dikenal dengan daerah 3T masih jauh dari harapan.

Hal ini tentu menjadi persoalan tersendiri dimana pemerintah pada dasarnya berupaya menciptakan generasi Indonesia emas pada 2045. Pertanyaannya ialah bagaimana mewujudkan mimpi besar tersebut jika kualitas satuan pendidikan tidak mendukung?

Apalagi, jika merujuk kepada skor Programme for International Student Assessment (PISA) atau Program Penilaian Pelajar Internasional yang terakhir, yakni dirilis pada 2018 menunjukkan Indonesia masih jauh tertinggal dari negara-negara lain, baik di bidang kemampuan membaca, matematika maupun sains.

Berdasarkan hasil laporan PISA 2018 tersebut diketahui bahwa kemampuan siswa Indonesia dalam membaca meraih skor rata-rata 371. Angka ini jauh di bawah rata-rata Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) atau Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi, yakni sebesar 487.

Kemudian, skor rata-rata di bidang matematika, para siswa Indonesia ialah 379, sedangkan skor rata-rata OECD sebesar 489. Hal yang sama terjadi dalam kamampuan sains dimana Indonesia hanya memperoleh skor 396. Lagi-lagi angka tersebut berada di bawah rata-rata OECD yang mencapai 489.

Perolehan skor kemampuan siswa Indonesia pada tiga bidang tersebut, menempatkan Indonesia pada kemampuan level satu dari total enam level tersedia. Posisi ini sekaligus membuat negara ini berada pada peringkat 10 terbawah dari negara-negara yang disurvei OECD.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed