Jakarta, jurnalsumatra.com – Seiring dengan tingginya kesadaran untuk mengurangi dampak buruk pemanasan global, yang diantaranya diakibatkan penggunaan bahan bakar fosil di moda transportasi, kini banyak negara mendorong pengembangan dan penggunaan kendaraan listrik (electric vehicle/EV).
Kendaraan listrik dinilai jadi solusi ampuh untuk menekan efek gas rumah kaca. Pasalnya, sektor transportasi disebut menyumbang sekitar 23 persen dari total emisi karbon dunia.
Untuk menekan kontribusi emisi karbon, sejumlah negara telah sepakat untuk membatasi penjualan kendaraan dengan motor pembakaran dalam (internal combustion engine/ICE) pada 2030 mendatang. Langkah ini dipastikan akan mendorong penjualan kendaraan listrik, tidak terkecuali di Indonesia.
Pemerintah menilai penggunaan kendaraan listrik tidak hanya bermanfaat untuk menekan emisi, tetapi juga bisa mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM) yang memberatkan neraca perdagangan.
Pada tahun 2030, pemerintah Indonesia menargetkan terjadi penghematan devisa sebesar 1,8 miliar dolar AS akibat pengurangan impor BBM setara 77 ribu barel minyak per hari (BOPD). Untuk mencapai kondisi tersebut, jumlah kendaraan listrik tahun 2030 ditargetkan sekitar 2 juta unit untuk kendaraan roda empat dan 13 juta unit untuk kendaraan roda dua.
Penggunaan kendaraan listrik dengan target tersebut pada 2030 diharapkan dapat ikut menurunkan CO2 sebesar 11,1 juta ton CO2-e.
Khusus pada 2021, diproyeksikan sebanyak 125 ribu unit mobil listrik dan 1,34 juta unit motor listrik bisa mengaspal. Dengan jumlah tersebut, diharapkan ada potensi pengurangan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) sebanyak 0,44 juta kilo liter (KL) per tahun.
Ada pun pembangunan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) diproyeksikan mencapai 572 unit dan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU) sebanyak 3.000 unit.
Pengembangan ekosistem industri kendaraan listrik juga dinilai akan dapat mendorong Indonesia masuk dalam rantai pasok global. Sebagai negara dengan cadangan nikel nomor satu di dunia, Indonesia memiliki potensi besar untuk bisa mengembangkan salah satu komponen utama kendaraan, yakni baterai listrik.
Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan cadangan nikel menjadikan Indonesia mampu bersaing menjadi produsen baterai lithium besar di dunia.
“Indonesia mempunyai potensi sebagai produsen (baterai) lithium terbesar kedua di dunia setelah China, cadangan nikel kita yang beragam menjadikan Indonesia tentu mampu bersaing di kancah ini,” kata Luhut.
Komentar