Jika dilihat dari tujuan awal didirikannya YKP oleh wali kota saat itu, kata Toni, YKP difungsikan sebagai sarana untuk menyediakan rumah bagi kalangan PNS yang belum memiliki rumah.
Untuk itu, kata dia, jika dikelola oleh BUMD maka YKP bisa menjadi sarana Pemkot Surabaya menyediakan rumah bagi masyarakat Surabaya yang belum memiliki rumah tentu dengan harga yang bisa dijangkau oleh masyarakat Surabaya di wilayah tertentu.
“Jadi semacam subsidi, ada yang dijual secara komersiil, lalu keuntungan tersebut digunakan untuk mensubsidi rumah dengan harga terjangkau,” ujarnya.
Demi menjaga akuntabilitas pengambilalihan aset YKP oleh Pemkot Surabaya, Toni mengharapkan keterlibatan semua lembaga swadaya masyarakat di Kota Surabaya maupun Jawa Timur untuk terlibat mengawasi secara aktif terhadap aset-aset benda tidak bergerak yang mungkin saja terus dijual oleh PT YeKaPe khususnya yang berada di kawasan Pandugo Kecamatan Rungkut Surabaya.
“PT YeKaPe itu bukan bebas tanpa pengawasan, karena sahamnya mayoritas dikuasai oleh YKP, sementara saat ini pengurus YKP adalah pejabat pejabat Pemkot Surabaya. Jadi mari kita awasi bersama, agar tidak ada potensi penyimpangan baru,” katanya.
Kejaksaan Tinggi Jawa Timur sebelumnya mengumumkan status penghentian penyidikan perkara tindak pidana korupsi PT YKP Kota Madya Surabaya dan anak usahanya PT Yekape.
Asisten Pidana Khusus Kejati Jatim Rudi Irmawan menegaskan keputusan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) perkara bernomor Krim 2246 15/12/2020 itu telah ditandatangani oleh Kepala Kejati Jatim Mohamad Dofir.
“Kami sudah sangat maksimal melakukan penyelidikan. Hingga kemudian diperoleh kesimpulan bahwa dugaan kasus ini tidak cukup bukti dan harus dihentikan,” katanya.
Menurut Rudi, seluruh aset yang totalnya mencapai Rp10 triliun dalam perkara ini telah dikembalikan ke negara. Selain itu kepengurusan YKP yang baru kini ditangani pihak Pemkot Surabaya.(anjas)
Komentar