Pihak BNI 46 Kebayoran pun tidak melakukan pengecekan kepada pihak bank yang mengeluarkan L/C seperti Roos Bank Swistzerland, Milik is Bank Kenia, Word Street Banking Corporation Ltd dan Dubai Bank Kenia Ltd padahal bank-bank tersebut bukan merupakan koresponden BNI 46 dan langsung menyetujui untuk mengambil alih hak tagihnya seeperti dokumen yang diajukan.
Maria juga menggunakan perusahaan lain untuk mencairkan L/C dalam mata uang dolar AS dan euro dengan dokumen fiktif dalam beberapa tahap dan seluruhnya disetujui.
Setiap pencairan L/C, Maria memberi jatah ke pejabat BNI 46 Kebayoran Baru yakni Edy Santoso, Kusadiyuwono, Ahmad Nirwana Alie, Bambang Sumarsono dan Nurmeizetya dengan besaran yang berbeda-beda sehingga diberikan keputusan persetujuan untuk dikeluarkan pembayaran oleh pejabat-pejabat Bank BNI.
Uang kredit L/C yang dicairkan lalu digunakan untuk membeli saham sebesar 70-80 persen kepemilikan saham di sejumlah perusahaan; membeli tanah di Cakung seluas 31 hektare senilai 4 juta dolar AS serta mentransfer uang ke rekening miliknya.
Pada saat tim audit internal BNI 46 melakukan audit ke BNI 46 cabang Kebayoran Baru menemukan 41 L/C yang diajukan perusahaan-perusahaan dalam Gramrindo Group ternyata menggunakan dokumen ekspor fiktif.
Sehingga Maria dan Adrian Herling lalu menandatangani Personal Guarantee (Penanggungan Utang) pada 26 Agustus 2003 untuk memberi jaminan kesanggupan membayar seluruh dana hasil pencairan L/C tapi terhadap dana hasil pencairan L/C itu hanya dibayar sebagian.
Jumlah yang belum dibayarkan Maria adalah 82.878.174,95 dolar AS dan 54.078.192,59 euro yang dikonversi ke rupiah menjadi Rp1.214.468.422.331,43.(anjas)
Komentar