Sampit, jurnalsumatra.com – Pemeriksaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, selama pandemi COVID-19 ini lebih ketat dari biasanya. Tidak hanya tamu, petugas setempat pun juga diperiksa dengan ketat.
Selama pandemi virus mematikan ini terjadi, petugas di lembaga pemasyarakatan memang harus bekerja ekstra. Selain memastikan tidak ada narapidana yang berbuat melanggar aturan, petugas juga kini disibukkan untuk mengamankan warga binaan dan diri mereka sendiri agar tidak sampai tertular COVID-19.
“Sidang dan besuk (kunjungan) terhadap warga binaan masih dilakukan secara virtual,” kata Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Sampit, Agung Supriyanto di Sampit, Minggu.
Sejak pandemi COVID-19 melanda Kotawaringin Timur pada Maret 2020, Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Sampit memberlakukan sejumlah kebijakan untuk mencegah COVID-19 masuk dan berjangkit di lembaga pemasyarakatan tersebut.
Protokol kesehatan diberlakukan secara ketat. Narapidana dan petugas lembaga pemasyarakatan wajib menjalankannya tanpa terkecuali, agar COVID-19 tidak sampai masuk ke lembaga pemasyarakatan tersebut.
Besuk secara tatap muka ditiadakan sementara, untuk mencegah penularan COVID-19 dari luar. Narapidana yang biasanya mendapat kunjungan secara langsung, kini hanya difasilitasi secara virtual.
Tamu yang datang juga wajib menjalani pemeriksaan suhu tubuh. Bahkan jika ingin masuk ke dalam lembaga pemasyarakatan, seperti petugas yang datang melaksanakan pemilu kepala daerah atau Pilkada pada 9 Desember 2020, wajib menunjukkan hasil uji cepat atau rapid test dengan hasil nonreaktif atau negatif. Hal itu untuk memastikan tamu tersebut tidak terjangkit COVID-19.
Penyemprotan desinfektan juga dilakukan secara rutin di setiap ruang tahanan. Narapidana juga selalu diingatkan untuk menggunakan masker, sering mencuci tangan menggunakan sabun, menjaga jarak dan tidak berkerumun.
Terhadap tahanan baru, pemeriksaan ketat juga dilakukan. Mereka diwajibkan menjalani tes cepat deteksi COVID-19. Jika hasilnya negatif atau nonreaktif, baru dibawa masuk. Itu pun mereka harus melalui bilik desinfeksi, serta ditempatkan di ruang isolasi minimal selama 14 hari untuk memastikan mereka tidak terjangkit COVID-19.
Program asimilasi rumah juga dijalankan sesuai arahan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam upaya mencegah penularan COVID-19, khususnya di lingkungan lembaga pemasyarakatan.
Kewaspadaan tinggi pihak Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Sampit dalam mencegah masuknya COVID-19 ini tidak berlebihan, bahkan justru sudah seharusnya dilakukan. Apalagi mengingat lembaga pemasyarakatan yang kapasitas normalnya hanya 220 orang ini kini dihuni oleh narapidana yang jumlahnya jauh berkali-kali lipat.
Komentar