“Kontraksi ini memicu rasa ingin buang air kecil lebih sering dari biasanya,” tutur dr Harrina E Rahardjo, Sp. U(K) , Phd. Hal itulah yang membuatnya menyarankan agar seseorang terutama pada perempuan agar jangan menganggap sepele kebisaan sering kencing atau beser.
Herina menjelaskan bahwa organ ginjal berfungsi menyaring darah dan menghasilkan urine. Urine yang terbentuk lalu dialirkan menuju kandung kemih untuk ditampung sementara.
Pada ujung kandung kemih, terdapat sfingter (otot berbentuk cincin) yang menahan urine agar tidak keluar.
“Secara normal, ketika kandung kemih mulai penuh, otak akan mengirimkan sinyal menuju saraf kandung kemih untuk segera buang air kecil. Otot kandung kemih pun berkontraksi (meremas), sfingter terbuka, dan urine akhirnya keluar dalam proses buang air kecil,” katanya.
Dikatakan Harrina E Rahardjo, terdapat sejumlah kondisi penyebab overactive bladder, yaitu gangguan saraf, akibat stroke atau multiple sclerosis.
Selain itu karena infeksi saluran kemih dengan gejala yang mirip kandung kemih overaktif, perubahan hormon selama menopause dan kerusakan saraf akibat penyakit diabetes.
Bahkan bisa juga karena adanya tumor atau batu pada kandung kemih serta pembesaran prostat, sembelit, atau efek samping operasi dan konsumsi obat-obatan yang meningkatkan produksi urine.
“Dan mengkonsumsi alkohol serta kafein atau terjadi penurunan fungsi kandung kemih seiring bertambahnya usia,” ungkap Harrina menjelaskan akan sejumlah kondisi penyebab OAB.
Terapi Solusi
Beberapa orang menganggap overactive bladder atau OAB sebagai sebuah gangguan dan umum dialami manusia lanjut usia. Meski demikian hal ini bukan berarti boleh dianggap wajar.
Jika gejala yang dialami mulai mengganggu kehidupan sehari-hari, dr Harrina E Rahardjo ,Sp. U ( K) , Phd., menyarankan agar segera ke dokter guna konsultasi untuk penyembuhannya.
Dari sisi pengobatan, bisa melalui pemberian obat paska ditemukan adanya OAB, penggunaan terapi dan alat. Contohnya penanganan latihan otot dasar panggul lalu stimulasi syaraf.
Secara spesifik, penanganan OAB dapat dilakukan dengan sejumlah yakni anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Selanjutnya pemeriksaan tambahan, seperti cek urine, Catatan Harian berkemih (applikasi di playstore android), Quesioner bergejala, Past Void residual. Pasien juga harus menjalani pemeriksaan radiologi yaitu, USG.
“Mencegah lebih baik dari pada mengobati, karenanya dengan terapi perilaku gaya hidup dan diiringi dengan mengurangi konsumsi kafein, menjaga berat badan, olahraga atau senam, dan berhenti merokok merupakan langkah yang ideal,” kata dr Harrina E Rahardjo.
Komentar