Sejak awal pandemi masuk ke Indonesia mulai Maret 2020 hingga 26 Januari 2021 tercatat 1.387 isu hoaks yang tersebar di dunia maya, namun sejak ada program vaksinasi justru hoaks mencapai ratusan per hari, misalnya pada 26 Januari 2021 ada 474 isu hoaks dari 1.000 sebaran di pijakan dijital.
Salah satu isu yang beredar adalah hoaks adanya alat pelacak barcode di vaksin Covid-19, seperti yang disinggung Dahlan Iskan. Faktanya, barcode pada kemasan itu untuk melacak distribusi vaksin, bukan untuk pelacakan tubuh orang yang disuntik vaksin Covid-19.
Hoaks lain yang cukup “ngeri” antara lain: “Dokter di Palembang tewas setelah divaksin corona” (25/1), “Indonesia tidak boleh gugat efek samping vaksin Covid-19” (24/1), “Pria pingsan dan Kasdim meninggal setelah divaksin Covid-19” (21/1), “Moeldoko sebut Jokowi pakai vaksin berbeda” (13/1), “Jawa-Bali lockdown dua minggu” (9/1), dan sebagainya.
Kenali dan lawan Hoaks
Bahkan, seperti di negara lain, justru tenaga kesehatan (nakes) bisa termakan informasi bohong (hoaks) hingga takut untuk menjalani vaksinasi Covid-19.
“Banyak nakes termakan hoaks. Bukan hanya nakes, orang-orang pintar termakan hoaks juga ya, mungkin karena mereka terlalu percaya dengan luar negeri yang seolah-olah itu benar, padahal belum tentu,” kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Aceh, Hanif, di Banda Aceh (29/1/2021).
Setelah menjalani penyuntikan vaksin Covid-19 dosis kedua bersama dengan Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, di RSUD Zainoel Abidin, Banda Aceh, Hanif masih mendapati nakes yang takut terhadap vaksinasi, karena sudah terpapar informasi hoaks, seolah-olah orang selesai disuntik vaksin langsung mendapat efek samping yang fatal.
Ya, dampak pandemi hoaks vaksin itu tidak tanggung-tanggung, meski bisa jadi ada “perang dagang” vaksin di baliknya. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mencatat informasi hoaks mengenai vaksin menyebabkan 30 persen masyarakat Indonesia masih meragukan keamanan dan kehalalan vaksin.
“Dampaknya 30 persen masyarakat Indonesia meragukan keamanan dan kehalalan vaksin. Berita hoaks itu 90,3 persen tersebar di berbagai platform media massa maupun sosial, termasuk soal vaksin Covid-19,” kata Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo, Prof Dr Widodo Muktiyo, di Jakarta (27/1/2021).
Kementerian Komunikasi dan Informatika melansir bahwa pemberitaan itu sengaja disebar, karena maraknya. Oleh karena itu, pihaknya berupaya melakukan diseminasi informasi penanganan Covid-19 seluas mungkin dengan menggunakan saluran TIK, di antaranya pengembangan aplikasi PeduliLindungi, website covid19.go.id, dan integrasi sistem data gugus tugas.
Komentar