“Makanya gue bilang, bubarin FPI itu gampang tapi ga menyelesaikan masalahnya karena FPI menyediakan bantuan ketika rakyat lagi butuh selama elu ga kasi bantuan ketika rakyat lagi butuh, maka rakyat akan cari ormas lain untuk dapat bantuan. Yang gampang adalah bubarin ormas, yang susah adalah peduli sama masyarakat sekitar,” ucapnya.
Pandangan “lucu” Pandji itu agaknya menunjukkan satu faktor penting yakni informasi yang diserap Pandji dapat dipastikan dominan didapat dari media sosial, sehingga “ilmu” Pandji tentang NU dan Muhammadiyah sangat sedikit, karena dunia maya memang didominasi FPI, HTI, dan sebagainya.
Bahkan, FPI dapat dibilang sangat aktif di dunia maya, karena kegiatan bakti sosial yang sangat kecil saja sudah dipotret, lalu di-share dan diviralkan di medsos, sehingga kelihatan banyak, sedangkan NU dan Muhammadiyah dapat dibilang tidak sok menunjukkan “kebaikan” di dunia maya.
Padahal, tidak sekadar peran baksos kecil di tengah banjir yang diviralkan, namun NU di Jawa Timur saja 12.347 sekolah/madrasah, apakah hal itu bukan membantu masyarakat dan sekaligus membantu pemerintah? Apalagi, peran NU secara nasional yang berdasarkan survei LSI sudah lebih dari 100 juta umatnya yang tersebar pada 30 Pengurus Wilayah NU, 339 Pengurus Cabang NU, 2.630 MWC NU, 37.125 Ranting NU, dan 44 PCI di Luar Negeri.
Hal itu belum termasuk peran NU dalam Pertempuran 10 November 1945 yang baru diakui Pemerintah sebagai “Hari Santri” pada 2015, atau 70 tahun setelah Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 yang kini diperingati sebagai Hari Santri itu ditorehkan dalam sejarah NKRI. Pengakuan itu pun ada karena penelitian sejarah dari peneliti asing dan nasional, meski NU tidak perlu “pengakuan” itu, termasuk pengakuan medsos yang dibangga-banggakan komedian sekelas Pandji.
Kehadiran Negara
Tentu, fakta-fakta tentang kiprah NU yang belum diketahui komedian Pandji atau warga-net karena tidak ada di medsos itu jauh lebih banyak dibandingkan dengan FPI yang dideklarasikan pada tahun 1998 atau 20 tahun, sedangkan HTI baru terdaftar di Kesbangpol Kemendagri tahun 2006 atau 12 tahun.
Apalagi, fakta sejarah mencatat sebelum dilahirkan pada 1926 itu, NU sudah memiliki peran kemasyarakatan, karena beberapa tahun sebelum kelahirannya sudah ada pertemuan para ulama NU di Langgar Gipo, Langgar Pondok Kebondalem GG VII (KH Dahlan Achyat), dan Langgar H Muso Kertopaten (mertua KH Wahab Chasbullah), jadi peran FPI-HTI itu sesungguhnya “tidak selevel” bila dibandingkan NU atau Muhammadiyah yang usianya “Seabad” itu.
Komentar