“Harus disadari bahwa berbagai persoalan yang muncul dalam bidang penegakan hukum, seperti praktik korupsi dan kolusi dalam proses peradilan serta keberadaan mafia hukum, adalah muara dari absen-nya implementasi nilai-nilai Pancasila,” ujarnya.
Dia juga menilai Pancasila juga harus dijadikan sumber nilai dalam pembangunan karakter dan wawasan kebangsaan, yang harus menjadi proses berkesinambungan sehingga tidak berhenti pada satu titik pencapaian.
Selain itu, menurut dia, Pancasila juga harus mendapatkan dukungan dan partisipasi dari segenap pemangku kepentingan, khususnya pemerintah selaku penyelenggara kekuasaan negara.
“Kita dapat mengambil pelajaran berharga dari peristiwa di Amerika Serikat sebagai negara panutan demokrasi yang telah mempelopori pendidikan multikulturalisme sejak tahun 1960-an, AS sukses menjadi ‘role model’ bagi negara-negara yang berupaya membangun fondasi demokrasi dalam bingkai pluralisme,” ujarnya.
Namun, menurut dia, bangunan demokrasi yang telah lama dibangun tersebut luluh lantak akibat retorika, sikap, dan kebijakan Presiden Trump yang cenderung provokatif, memicu lahirnya rasisme dan xeno-phobia, serta menyebabkan polarisasi.
Dia menjelaskan, pemikiran dan sikap korosif yang terjadi di Amerika Serikat beberapa waktu lalu terlanjur mengisi ruang-ruang publik, menggerus nilai-nilai kebangsaan dan mencederai nilai-nilai demokrasi hingga mencapai titik kulminasi pada aksi anarkis pendukung Trump di Gedung Kongres yang menyebabkan 4 korban tewas.
Turut hadir dalam acara tersebut antara lain Rektor Universitas Katolik Parahyangan Mangadar Situmorang, Dekan Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Iuris Liona N Supriatna, Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Herry Susilowati, dan Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Katolik Parahyangan Ivan Petrus Sadik.(anjas)
Komentar