Ketua Umum DPP Generasi Muda Mathla’ul Anwar Ahmad Nawawi mengapresiasi terpilihnya Komjen Pol Drs. Listyo Sigit Prabowo sebagai Kapolri pengganti Jendral Idham Azis.
Penunjukan Komjen Pol Drs Sigit sebagai calon tunggal Kapolri dinilai Nawawi sudah pasti telah melalui serangkaian penilaian yang cermat dan matang oleh Presiden.
Hal yang tak kalah penting yang patut diapresiasi adalah bahwa penetapan Komjen Listyo Sigit Prabowo oleh Presiden Jokowi sejatinya menegaskan, bahwa kesamaan hak dan kesempatan diantara anak bangsa bukan hanya sekadar jargon, tapi benar-benar dibuktikan.
Nawawi berharap Listyo Sigit Prabowo dapat mengemban amanahnya dengan baik secara egaliter dan setara hingga membawa napas baru yang lebih plural dalam tubuh internal kepolisian.
Kitab Kuning
Hal menarik yang disampaikan Listyo Sigit Prabowo tentang anggota polisi wajib belajar kitab kuning, menjadi semacam jaminan bahwa Umat Islam tak perlu khawatir padanya.
Listyo seakan ingin menunjukkan kepada publik yang mayoritas Muslim bahwa ia tidak akan menjadikan Polri sebagai lembaga dakwah agama Katolik. Sebaliknya ia justru ingin menunjukkan pluralisme-nya sebagai pemimpin.
Kitab kuning sebagai kitab klasik karya ulama-ulama terdahulu banyak menjadi salah satu elemen yang diajarkan di pesantren-pesantren NU seluruh Tanah Air sehingga dianggap Listyo bisa menjadi inspirasi yang sangat baik untuk dipelajari oleh anggota polisi.
Hal menarik lainnya yang ingin dia buktikan bahwa ia adalah sosok yang toleran yakni saat di tim-nya ada dua polisi wanita yang mengenakan jilbab dan tidak dianggap sebagai persoalan penting.
Bahkan hal itu menuai pujian khusus dari anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS Achmad Dimyati Natakusumah yang menilai Listyo sebagai sosok yang cerdas sehingga membuat banyak orang terpesona.
Listyo semakin menarik perhatian saat ia menyatakan tekadnya untuk mengutamakan moderasi beragama dalam upaya mencegah berkembangnya paham radikalisme.
Menurut dia, salah satu cara memerangi radikalisme ialah dengan menggandeng sejumlah tokoh agama, organisasi masyarakat (ormas), tokoh masyarakat, hingga komunitas sipil.
“Jadi perlu kolaborasi dengan tokoh agama, tokoh masyarakat, ormas-ormas berbasis agama, dan para pemangku kepentingan lainnya termasuk melibatkan para ahli dan ‘civil society’,” ujarnya.
Penetapannya sebagai Kapolri memang diharapkan banyak pihak membawa warna baru di internal Polri agar lebih plural. Sekaligus menjadikan institusi penegak hukum tersebut terhindar dari stigma politik identitas yang layaknya ditradisikan.
Komentar