Peran pemerintah kabupaten
Kepala Dinas Perkebunan Kalbar Heronimus Hero mengatakan, harusnya pemerintah kabupaten yang lebih memiliki peran strategis dalam mencegah dan menyelesaikan konflik. Sebab hampir semua wewenang evaluasi berada di pemerintah kabupaten.
Hero menyebut, pemerintah kabupaten bisa mengevaluasi, apakah perusahaan tersebut telah memberikan manfaat kepada semua pihak, artinya perusahaan untung, masyarakat sejahtera dan ekonomi maju. Hal ini karena yang memberi izin itu di kabupaten, sebab punya areal. Evaluasi pemda ini yang paling strategis dan itu sah secara hukum.
Menurut Hero, semua aturan dalam perkebunan sudah ada, tinggal dijalankan. Perangkatnya juga sudah ada, tinggal dikerjakan. Kabupaten bisa memberi teguran kepada perusahaan. Tapi perusahaan juga harus dilindingi, sebab telah ada izin. Jika tidak ada izin, kabupaten bisa beri sanksi tegas.
Bupati Kubu Raya Muda Mahendrawan mengatakan dalam upaya penyelesaian konflik perkebunan kelapa sawit, pemerintah kabupaten lebih banyak melibatkan perangkat desa dalam melakukan mediasi dan pendekatan terhadap kedua belah pihak yang berselisih.
Menurut Muda sebagian besar konflik di daerah memang lebih disebabkan penyerobotan lahan dan tumpang tindih lahan transmigrasi. Dan sekarang lebih banyak pada konflik bagi hasil plasma. Selain itu, konflik juga terjadi antar perusahaan yang berdampingan.
Dari 28 perusahaan yang ada di Kubu Raya, satu per satu ditata dan selesaikan. Perizinan juga dikaji dan ditata ulang.
Selain itu, terang Muda, belakangan muncul konflik baru, yakni muncul akibat takeover atau peralihan manajemen perusahaan. Hal ini menjadi tantangan baru dalam penyelesaian konflik.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah terus melakukan mediasi, agar masalah tersebut bisa terselesaikan.
Sementara itu, Perwakilan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sadino menyoroti persoalan kepastian lahan dan hukum di Indonesia.
Menurut dia, konflik terjadi karena mayoritas hutan tidak ada bukti sertifikat, namun kemudian diklaim lahan masyarakat. Hal ini yang jadi sengketa. Sementara jika dibawa ke pengadilan yang menganut hukum positif.
Kemudian masyarakat mencari jalan-jalan alternatif, seperti mediasi atau lain sebagainya. Hukum agraria tidak menjangkau sampai ke seluruh wilayah. Akibatnya perusahaan menjadi sulit, harus berhubungan dengan siapa jika bukti hak hanya sertifikat, kata Sadino.
Untuk itu, bila kepastian lahan dan hukum dapat diwujudkan, maka resolusi konflik akan menjadi lebih mudah.(anjas)
Komentar