Singkat kata, BPOM menjamin dari sisi keamanan dan khasiat CoronaVac jika nanti mendapatkan EUA. Jika unsur EUA sudah didapatkan artinya syarat baik (toyib) dari vaksin sudah terpenuhi. Kemudian, bagi umat Islam di Indonesia tentu ingin agar antivirus tersebut halal.
Kehalalan produk bagi Muslim adalah hal yang utama meski bukan satu-satunya. Umat Islam selalu berupaya apa yang dikonsumsinya adalah halal nan baik/aman (halalan toyiban). Untuk hal tersebut, Majelis Ulama Indonesia terlibat dalam audit CoronaVac.
Majelis Ulama Indonesia sebagai institusi yang melakukan audit kehalalan vaksin juga melakukan hal yang senada dengan BPOM, yaitu mengambil langkah seksama tidak tergesa-gesa untuk mengeluarkan status halal tidaknya CoronaVac
Ketua MUI bidang Fatwa dan Urusan Halal Asrorun Niam Sholeh mengatakan pihaknya sedang menuntaskan fatwa halal CoronaVac.
“Komisi Fatwa akan melaksanakan Sidang Pleno Komisi untuk membahas aspek syari setelah menerima laporan, penjelasan dan pendalaman dengan tim auditor,” kata Niam kepada wartawan di Jakarta, Selasa (6/1).
Ia mengatakan tim auditor MUI telah menuntaskan pelaksanaan audit lapangan terhadap vaksin CoronaVac mulai dari perusahaan Sinovac di Beijing (China) dan di Biofarma, Bandung (Indonesia).
Pelaksanaan audit lapangan, kata dia, dilanjutkan dengan diskusi pendalaman dengan direksi Biofarma dan tim.
Adapun vaksin CoronaVac sebelum digunakan oleh masyarakat Indonesia diharapkan mengantongi sertifikasi halal dari MUI/Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal dan izin penggunaan darurat/EUA dari BPOM.
Sertifikasi halal dan EUA itu bagi umat Islam serta masyarakat menjadi penting untuk memenuhi persyaratan produk yang halalan toyiban.
Niam mengatakan Komisi Fatwa MUI sedang menunggu hasil uji mutu dan keamanan CoronaVac dari BPOM. Jika khasiat dan keamanan vaksin terpenuhi maka selanjutnya adalah ada sertifikasi halal. Dengan begitu, antivirus itu dapat digunakan secara luas oleh masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam.
“Halalan toyiban ini satu kesatuan. Jangan sampai bahan halal tapi tidak aman, maka tidak boleh digunakan,” kata Niam.
Kendati begitu, Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin mengatakan meski vaksin COVID-19 tidak mendapatkan sertifikasi halal maka boleh digunakan karena saat ini dalam keadaan darurat belum ada obat atau vaksin anti SARS-CoV-2.
“Andai kata suatu ketika itu ternyata belum ada yang halal, maka bisa digunakan walau tidak halal secara darurat tetapi dengan penetapan oleh lembaga. Bahwa iya ini boleh digunakan karena keadaannya darurat, itu harus ada ketetapan yang dikeluarkan oleh MUI,” kata Ma’ruf yang pernah menjadi ketua Komisi Fatwa MUI dan Ketua Umum MUI. Kini Wapres Ma’ruf sendiri aktif menjadi ketua Dewan Pertimbangan MUI.
Komentar